Hasil pencarian "Surat Edaran"

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-130/PJ/2010

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR : SE - 130/PJ/2010

TENTANG

PENEGASAN PERLAKUAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI ATAS PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK DAN HAK ATAS BARANG KENA PAJAK YANG BERADA DI LUAR DAERAH PABEAN

 

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

 

Dalam rangka memberikan pemahaman dan penerapan perlakuan Pajak Pertambahan Nilai yang sama atas penyerahan Barang Kena Pajak dan hak atas Barang Kena Pajak yang secara nyata (fisik) masih berada di luar Daerah Pabean, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, antara lain diatur hal-hal sebagai berikut :

a. Pasal 4 ayat (1) huruf a, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha. Selanjutnya dalam memori penjelasannya antara lain ditegaskan bahwa penyerahan barang yang dikenai pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

- barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;

- penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

- penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b. Pasal 4 ayat (1) huruf b, bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas impor Barang Kena Pajak. Selanjutnya dalam memori penjelasannya, antara lain ditegaskan bahwa siapapun yang memasukkan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean, tanpa memperhatikan apakah dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenai pajak.

c. Pasal 1A huruf a, bahwa yang termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian. Selanjutnya dalam memori penjelasannya ditegaskan bahwa yang dimaksud dengan "perjanjian" meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.

2. Dari ketentuan sebagaimana tersebut pada angka 1 dapat disimpulkan bahwa:

a. Ada tiga syarat yang harus terpenuhi agar penyerahan barang dikenai Pajak Pertambahan Nilai yaitu:

1) barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak;

2) penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean; dan

3) penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.

b. Ketiga syarat tersebut pada angka 2 huruf a bersifat kumulatif. Dengan demikian apabila ada satu atau lebih syarat tersebut tidak terpenuhi maka atas penyerahan barang tersebut tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

c. Ketentuan dalam Pasal 1 A sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf c di atas terikat dengan ketentuan dalam Pasal 4 huruf a sebagaimana dimaksud dalam angka 1 huruf a.

3. Dengan demikian apabila Pengusaha Kena Pajak melakukan transaksi :

a. Penyerahan Barang Kena Pajak yang secara nyata (fisik) berada di luar Daerah Pabean; atau

b. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak yang secara nyata (fisik) berada di Luar Daerah Pabean,

yang dibuktikan dengan akta atau bukti otentik yang mendukung fakta terjadinya transaksi tersebut, tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

 

Contoh satu

PT A (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua) menandatangani kontrak jual beli 10 (sepuluh) unit forklift dengan PT B (Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua). Dalam kontrak antara lain disepakati hal-hal sebagai berikut :

  • PT A akan membeli forklift tersebut dari pabrikan di Jepang, dan meminta pabrikan mengirimkan barang tersebut ke Gudang PT B di Singapura;
  • Barang tersebut akan dimodifikasi oleh PT B sebelum dikirim ke pabrik PT B di Karawang;
  • Impor barang dan dokumen pabean diurus dan atas nama PT B.

Atas transaksi penyerahan forklift oleh PT A kepada PT B tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

 

Contoh dua

PT Y (PKP terdaftar di KPP Pratama Jakarta Senen) menandatangani kontrak jual beli 1 unit bangunan kantor yang berada di Orchid Road Singapura dengan PT X (Wajib Pajak terdaftar di KPP Pratama Bogor). Kontrak jual beli dibuat dan ditandatangani di Jakarta. Selanjutnya proses teknis pengalihan hak atas bangunan tersebut akan diurus oleh konsultan W sesuai dengan hukum yang berlaku di Singapura. Atas transaksi penyerahan hak atas bangunan kantor yang berada di Singapura tersebut dari PT Y kepada PT X tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

4. Dalam hal Barang Kena Pajak yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud pada angka 3 kemudian dimasukkan ke dalam Daerah Pabean, atas kegiatan memasukkan Barang Kena Pajak (Impor) tersebut terutang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah oleh orang yang memasukkan atau mengimpor Barang Kena Pajak tersebut sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

5. Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang berada di luar Daerah Pabean wajib melaporkan penyerahan tersebut pada bagian I huruf B (penyerahan yang tidak terutang PPN) dalam formulir Induk SPT Masa PPN.

6. Surat-surat penegasan yang bertentangan dengan subtansi ketentuan yang ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya, serta disebarluaskan dalam wilayah kerja Saudara masing-masing.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 30 November 2010

Direktur Jenderal,

ttd

Mochamad Tjiptardjo

NIP 195104281975121002

 

Tembusan :

Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan;

Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan;

Kepala Biro Hukum Kementerian Keuangan;

Kepala Biro Humas Kementerian Keuangan;

Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;

Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;

Kepala Pusat Pengolahan Data dan Dokumen Perpajakan.

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-04/PJ.42/2002

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-04/PJ.42/2002

TENTANG

PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA

WAJIB PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan adanya pertanyaan mengenai perlakuan Pajak Penghasilan atas pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak, untuk memberikan kepastian dalam pelaksanaan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut:

1. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.

2. Berdasarkan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.

3. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan antara lain:

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

4. Berdasarkan Pasal 27A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 16 Tahun 2000, diatur sebagai berikut:

Ayat (1):

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dan atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.

Ayat (2):

Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dan atau bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) berdasarkan Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, sebagai akibat diterbitkan Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang menerima sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.

5. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan sebagai berikut:

a. Imbalan bunga yang diterima oleh Wajib Pajak berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, adalah merupakan Objek Pajak Penghasilan;

b. Pengembalian sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi serta sanksi pidana berupa denda, adalah bukan merupakan Objek Pajak Penghasilan karena atas pembayaran sanksi tersebut sebelumnya tidak dapat dikurangkan dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

 

2 April 2002

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

HADI POERNOMO

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-46/PB/2005

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN

NOMOR SE - 46/PB/2005

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA WAJIB PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN,

 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2005 tanggal 6 Juni 2005 tentang Tata Cara Pemberian Imbalan Bunga Kepada Wajib Pajak (terlampir), dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

1. Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) dibuat dalam rangkap 4 (empat) dengan peruntukan sebagai berikut :

a. Lembar ke-1 dan lembar ke-2 untuk KPPN;

b. Lembar ke-3 untuk Wajib Pajak yang bersangkutan;

c. Lembar ke-4 untuk arsip KPP yang menerbitkan SPMIB;

2. SPMIB dibebankan pada Mata Anggaran Pengeluaran (MAK) Belanja Pembayaran Imbalan Bunga Pajak (SPMIB Pajak) dengan kode 541121 sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.06/2005 tanggal 16 Pebruari 2005.

3. KPPN menerbitkan SP2D paling lambat 2 (dua) hari kerja sejak SKPIB lembar ke-2 dan SPMIB diterima secara lengkap dan benar.

4. Pembayaran kepada yang berhak dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari rekening Kas Negara A pada Bank Operasional I (BO I) ke rekening yang berhak sesuai yang tercantum pada SPMIB.

5. Formulir SPMIB sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 683/KMK.03/2001 tetap dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Mei 2005, tetapi peruntukannya disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan ini.

6. Terhadap SPMIB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini dan lembar ke-1 dan ke-2 telah disampaikan ke BO I namun belum ditunaikan, agar ditarik dari BO I oleh KPPN untuk selanjutnya diteliti kembali terutama spesimen tanda tangan yang berwenang menandatangani SKPIB dan SPMIB untuk kemudian diterbitkan SP2D sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

7. Terhadap SPMIB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, namun lembar ke-1 dan ke-2 belum disampaikan ke BO I, agar segera disampaikan oleh KPP ke KPPN untuk diterbitkan SP2D.

8. Pejabat Ditjen Perbendaharaan yang melakukan keterlambatan dalam penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) dikenakan sanksi kepegawaian sesuai ketentuan yang berlaku.

9. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka SE DJA Nomor : SE-68/A/2002 tanggal 17 Mei 2002 dinyatakan tidak berlaku.

Para Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan agar mengawasi pelaksanaan Surat Edaran ini.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 16 Juni 2005

Direktur Jenderal,

ttd.

Mulia P. Nasution

NIP. 060046519

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-01/PJ.33/2005

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE – 01/PJ.33/2005

TENTANG

PEMBERIAN IMBALAN BUNGA KEPADA WAJIB PAJAK

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

 

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai pomotongan PPh Pasal 23 atas pemberian imbalan bunga berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

  1. Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
  2. Berdasarkan Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
    1. dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
    2. bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
    3. royalti;
    4. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
  3. Berdasarkan butir 5 a Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-04/PJ.42/2002 tanggal 02 April 2002 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Pemberian Imbalan Bunga kepada Wajib Pajak, imbalan bunga yang diterima oleh Wajib Pajak berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding, adalah merupakan Objek Pajak Penghasilan.
  4. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, dengan ini ditegaskan bahwa pemberian imbalan bunga kepada Wajib Pajak berkenaan dengan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, atau Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai akibat adanya Keputusan Keberatan atau Putusan Banding adalah merupakan Objek Pajak Penghasilan, tetapi bukan merupakan Objek Pemotongan PPh Pasal 23. Dengan demikian, imbalan bunga tersebut merupakan penghasilan yang harus dilaporkan dalam SPT Tahunan.
  5. Selanjutnya Kepala KPP yang menerbitkan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga kepada Wajib ‘Pajak, agar membuat Alat Keterangan (KP Data) pembayaran imbalan bunga untuk memastikan bahwa imbalan bunga tersebut dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT Tahunan untuk tahun pajak diterimanya imbalan bunga.

 

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Direktur Jenderal,
ttd

Hadi Poernomo
NIP 060027375

 

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-24/PJ/2018

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-24/PJ/2018

TENTANG

PERLAKUAN PERPAJAKAN ATAS IMBALAN YANG DITERIMA OLEH PEMBELI

SEHUBUNGAN DENGAN KONDISI TERTENTU DALAM TRANSAKSI JUAL BELI

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Yth. 1. Pejabat Eselon II di lingkungan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak;

2. Kepala Kantor Wilayah di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak;

3. Kepala Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak; dan

4. Kepala Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

 

A. Umum

Sehubungan dengan banyaknya pertanyaan mengenai perlakuan perpajakan atas imbalan yang diterima oleh pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu dalam transaksi jual beli, perlu diberikan penegasan mengenai perlakuan perpajakan dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal.

 

B. Maksud dan Tujuan

1. Maksud

Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman mengenai perlakuan perpajakan atas imbalan yang diterima oleh pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu dalam transaksi jual beli.

2. Tujuan

Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai kondisi tertentu yang terjadi dalam transaksi jual beli yang dapat berupa pencapaian syarat tertentu, penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu, dan penerimaan kompensasi, serta perlakuan perpajakan atas imbalan dimaksud.

 

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam Surat Edaran Direktur Jenderal ini adalah:

1. Pengertian penjual dan pembeli.

2. Kondisi tertentu yang terjadi dalam transaksi jual beli.

3. Imbalan atas pencapaian syarat tertentu dan perlakuan perpajakannya.

4. Imbalan atas penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu dan perlakuan perpajakannya

5. Imbalan berupa kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli dan perlakuan perpajakannya.

6. Penjelasan lainnya sehubungan dengan imbalan yang diterima oleh pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu.

 

D. Dasar

1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan;

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean;

6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 121/PMK.03/2015;

7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.03/2015 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 UndangUndang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008;

8. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2015 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Hadiah dan Penghargaan; dan

9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

 

E. Materi

1. Pengertian Penjual dan Pembeli

a. Penjual adalah pihak yang menjual produknya kepada pembeli termasuk produsen, distributor, dan agen.

b. Pembeli adalah pihak yang membeli produk dari Penjual untuk dijual kembali termasuk distributor, agen, dan retailer.

 

2. Kondisi Tertentu yang Terjadi dalam Transaksi Jual Beli

Kondisi tertentu yang terjadi dalam transaksi jual beli merupakan keadaan atau peristiwa yang dapat mengakibatkan adanya pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli sehubungan dengan transaksi jual beli berdasarkan perikatan tertulis dan/atau tidak tertulis. Kondisi tertentu dimaksud antara lain:

a. Pencapaian syarat tertentu.

b. Penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu.

c. Penerimaan kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli.

 

3. Imbalan atas Pencapaian Syarat Tertentu dan Perlakuan Perpajakannya

a. Berdasarkan perikatan jual beli, Penjual dapat mencantumkan syarat tertentu kepada Pembeli dalam rangka menjaga hubungan dalam kegiatan usaha. Penjual dapat memberikan imbalan kepada Pembeli atas tercapainya syarat tertentu. Pencapaian syarat tertentu dapat berupa:

1) pembelian oleh Pembeli mencapai jumlah tertentu;

2) penjualan oleh Pembeli mencapai jumlah tertentu; dan/atau

3) pelunasan oleh Pembeli sesuai jangka waktu tertentu.

b. Imbalan yang diterima atau diperoleh Pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban merupakan penghargaan. Termasuk dalam pengertian penghargaan yaitu bonus yang diberikan Penjual kepada Pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu.

c. Imbalan yang diterima atau diperoleh Pembeli sehubungan pencapaian syarat tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban merupakan imbalan atas jasa manajemen sepanjang dalam perikatan berupa kontrak kerja sama dicantumkan adanya aktivitas jasa dan terdapat:

1) pengakuan penghasilan atas jasa; atau

2) penagihan atas penyerahan jasa.

d. Perlakuan perpajakan atas penghargaan sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah sebagai berikut:

  1. Perlakuan Pajak Penghasilan (PPh)

a) Penghargaan yang diterima atau diperoleh Pembeli merupakan objek PPh, dan atas penghargaan dimaksud, Penjual wajib melakukan pemotongan:

(1) PPh Pasal 21 dalam hal penerima penghargaan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;

(2) PPh Pasal 23 dalam hal penerima penghargaan adalah:

(a) Wajib Pajak badan dalam negeri;

(b) bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(c) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;

(3) PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghargaan adalah:

(a) Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(b) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghargaan yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh dengan memperhatikan ketentuan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

b) Dalam hal penghargaan diberikan dalam bentuk barang, maka Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan. Dalam hal nilai kesepakatan tidak diketahui, maka DPP dihitung berdasarkan harga pasar.

2) Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

a) Penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian Barang Kena Pajak (BKP) oleh Penjual kepada Pembeli:

(1) Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean, atas pemberian BKP tersebut merupakan penyerahan BKP yang dikenai PPN, dan berlaku ketentuan:

(a) Penjual yang sesuai ketentuan merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan

(b) DPP atas penyerahan BKP berupa nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan. Dalam hal nilai kesepakatan tidak diketahui, maka DPP dihitung sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1) huruf b);

(2) Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean, atas pemberian BKP tersebut merupakan ekspor BKP Berwujud yang dikenai PPN, dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

b) Penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa uang dan/atau pengurang kewajiban oleh Penjual kepada Pembeli tidak dikenai PPN.

e. Perlakuan perpajakan atas imbalan jasa manajemen sebagaimana dimaksud pada huruf c adalah sebagai berikut:

1) Perlakuan PPh

a) Imbalan atas jasa manajemen yang diterima atau diperoleh

Pembeli merupakan objek PPh, dan atas imbalan dimaksud, Penjual wajib melakukan pemotongan:

(1) PPh Pasal 21 dalam hal penerima imbalan adalah Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;

(2) PPh Pasal 23 dalam hal penerima imbalan adalah:

(a) Wajib Pajak badan dalam negeri;

(b) bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(c) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal imbalan atas jasa manajemen yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;

(3) PPh Pasal 26 dalam hal penerima imbalan adalah:

(a) Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(b) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal imbalan atas jasa manajemen yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh, dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B.

b) Dalam hal imbalan atas jasa manajemen diberikan dalam bentuk barang, DPP dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam kontrak kerja sama.

2) Perlakuan PPN

a) Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean:

(1) Penyerahan jasa manajemen oleh Pembeli kepada Penjual merupakan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) yang dikenai PPN.

(2) Pembeli sebagai pihak yang menyerahkan jasa manajemen yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

(3) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa manajemen yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan penyerahan yang terutang PPN, dan berlaku ketentuan:

(a) Penjual yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan

(b) DPP atas penyerahan BKP yaitu sebesar nilai penggantian atas jasa manajemen berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam kontrak kerja sama.

b) Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean:

(1) Atas pemanfaatan jasa manajemen yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenai PPN.

(2) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa manajemen yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan ekspor BKP Berwujud yang terutang PPN dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

 

4. Imbalan atas Penyediaan Ruang dan/atau Peralatan Tertentu dan Perlakuan Perpajakannya

a. Berdasarkan perikatan jual beli, Penjual dapat meminta fasilitas kepada Pembeli berupa penyediaan ruang dan/atau peralatan tertentu untuk kepentingan Penjual, yang dapat berupa lantai untuk menempatkan barang dan rak pemajangan barang penjualan, termasuk rak, rak gantungan, dan/atau etalase untuk menaruh barang yang dipamerkan dalam rangka mendukung kegiatan pemasaran produk dari Penjual.

b. Imbalan berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban yang diberikan oleh Penjual kepada Pembeli atas penyediaan fasilitas ruang sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan bagi Pembeli.

c. Imbalan berupa uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban yang diberikan oleh Penjual kepada Pembeli atas penyediaan fasilitas peralatan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf a merupakan penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta bagi Pembeli.

d. Perlakuan perpajakan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b adalah sebagai berikut:

1) Perlakuan PPh

a) Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh Pembeli merupakan objek PPh, dan atas penghasilan dimaksud, Penjual wajib melakukan pemotongan:

(1) PPh Pasal 4 ayat (2) dalam hal penerima penghasilan adalah:

(a) Wajib Pajak dalam negeri;

(b) bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(c) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;

(2) PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghasilan adalah:

(a) Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(b) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh, dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B.

b) Dalam hal penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan diberikan dalam bentuk barang, maka DPP dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

2) Perlakuan PPN

a) Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean:

(1) Penyerahan jasa persewaan tanah dan/atau bangunan oleh Pembeli kepada Penjual merupakan penyerahan JKP yang dikenai PPN.

(2) Pembeli sebagai pihak yang menyerahkan jasa persewaan tanah dan/atau bangunan yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

(3) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa  persewaan tanah dan/atau bangunan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan penyerahan yang terutang PPN, dan berlaku ketentuan:

(a) Penjual yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan

(b) DPP atas penyerahan BKP yaitu sebesar nilai penggantian atas jasa persewaan tanah dan/atau bangunan berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

b) Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean:

(1) Atas pemanfaatan jasa persewaan tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenai PPN

(2) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa persewaan tanah dan/atau bangunan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan ekspor BKP Berwujud yang terutang PPN, dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

e. Perlakuan perpajakan atas penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta sebagaimana dimaksud pada huruf c adalah sebagai berikut:

1) Perlakuan PPh

a) Penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang diterima atau diperoleh Pembeli merupakan objek PPh, dan atas penghasilan dimaksud, Penjual wajib melakukan pemotongan:

(1) PPh Pasal 23 dalam hal penerima penghasilan adalah:

(a) Wajib Pajak dalam negeri;

(b) bentuk usaha tetap atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(c) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang diperoleh merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh;

(2) PPh Pasal 26 dalam hal penerima penghasilan adalah:

(a) Wajib Pajak luar negeri yang tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia; atau

(b) kantor pusat suatu bentuk usaha tetap, dalam hal penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang diperoleh bukan merupakan penghasilan bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan huruf c UU PPh dengan memperhatikan ketentuan dalam P3B.

b) Dalam hal penghasilan dari sewa sehubungan dengan penggunaan harta diberikan dalam bentuk barang, maka DPP dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

2) Perlakuan PPN

a) Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean:

(1) Penyerahan jasa sewa sehubungan dengan penggunaan harta oleh Pembeli kepada Penjual merupakan penyerahan JKP yang dikenai PPN.

(2) Pembeli sebagai pihak yang menyerahkan jasa sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang sesuai ketentuan merupakan PKP, wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.

(3) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas jasa sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan penyerahan yang terutang PPN, dan berlaku ketentuan:

(a) Penjual yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP; dan

(b) DPP atas penyerahan BKP yaitu sebesar nilai penggantian atas jasa sewa sehubungan dengan penggunaan harta berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

b) Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean:

(1) Atas pemanfaatan jasa sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang dilakukan di luar Daerah Pabean tidak dikenai PPN.

(2) Pemberian imbalan dari Penjual kepada Pembeli atas sewa sehubungan dengan penggunaan harta yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP merupakan ekspor BKP Berwujud yang terutang PPN, dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

5. Imbalan Berupa Kompensasi yang Diterima Sehubungan dengan Transaksi Jual Beli dan Perlakuan Perpajakannya

a. Dalam perikatan transaksi jual beli, Penjual dapat memberikan imbalan berupa kompensasi sehubungan dengan transaksi jual beli dalam bentuk uang, barang, dan/atau pengurang kewajiban untuk menanggung risiko atas terjadinya fluktuasi harga, keterlambatan pengiriman barang, atau program penjualan tertentu atas perintah Penjual.

b. Fluktuasi harga sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat mempengaruhi harga jual pada tingkat Pembeli yang dapat menimbulkan potensi kerugian bagi Pembeli, sehingga Penjual memberikan sejumlah tertentu sebagai kompensasi atau disebut perlindungan harga (price protection).

c. Keterlambatan pengiriman barang sebagaimana dimaksud pada huruf a, terjadi dalam hal barang sampai di tempat Pembeli melebihi batas waktu yang telah disepakati. Penjual memberikan kompensasi kepada Pembeli atas keterlambatan pengiriman tersebut dalam bentuk pembayaran penalti.

d. Program penjualan tertentu atas perintah Penjual sebagaimana dimaksud pada huruf a, misalnya pemberian cicilan bunga 0% kepada pembeli akhir dalam hal Pembeli membayarkan beban bunga terlebih dahulu kepada lembaga pemberi pinjaman dan mendapatkan penggantian dari Penjual.

e. Perlakuan perpajakan atas imbalan berupa kompensasi yang diterima sehubungan dengan transaksi jual beli dalam bentuk perlindungan harga (price protection), pembayaran penalti, dan pembayaran atas program penjualan tertentu sebagaimana dimaksud pada huruf b, huruf c, dan huruf d adalah sebagai berikut:

  1. Perlakuan PPh

a) Kompensasi yang diterima atau diperoleh Pembeli yang merupakan Wajib Pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, atau Wajib Pajak luar negeri yang memenuhi ketentuan sebagai

bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 atau PPh Pasal 23. Penghasilan dari kompensasi dimaksud wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Pembeli.

b) Dalam hal penerima kompensasi adalah Wajib Pajak luar negeri, baik yang memiliki maupun tidak memiliki bentuk usaha tetap di Indonesia, terhadap kompensasi dimaksud tidak dikenai pemotongan PPh Pasal 26.

c) Dalam hal kompensasi diberikan dalam bentuk barang, DPP dihitung berdasarkan nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan.

2) Perlakuan PPN

a) Kompensasi yang diwujudkan dalam bentuk pemberian BKP oleh Penjual kepada Pembeli:

(1) Dalam hal Penjual dan Pembeli berada di dalam Daerah Pabean, atas pemberian BKP tersebut merupakan penyerahan BKP yang dikenai PPN, dan berlaku ketentuan:

(a) Penjual yang sesuai ketentuan merupakan PKP wajib memungut PPN yang terutang, membuat Faktur Pajak, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang atas penyerahan BKP;

(b) DPP atas penyerahan BKP berupa nilai kesepakatan yang tercantum dalam perikatan;

(2) Dalam hal Penjual berada di dalam Daerah Pabean dan Pembeli berada di luar Daerah Pabean, atas pemberian BKP tersebut merupakan ekspor BKP Berwujud yang dikenai PPN, dan berlaku ketentuan yang mengatur tentang ekspor BKP.

b) Kompensasi yang diwujudkan dalam bentuk pemberian berupa uang dan/atau pengurang kewajiban oleh Penjual kepada Pembeli tidak dikenai PPN.

 

6. Penjelasan Lainnya sehubungan dengan Imbalan yang Diterima oleh Pembeli sehubungan dengan Kondisi Tertentu Imbalan yang diterima sehubungan dengan kondisi tertentu dalam transaksi jual beli sebagaimana dimaksud pada angka 3 huruf b dan huruf c, angka 4 huruf b dan huruf c, dan angka 5 huruf b, huruf c, dan huruf d bukan merupakan potongan harga sehingga tidak dicantumkan sebagai potongan harga dalam faktur penjualan (commercial invoice) maupun Faktur Pajak yang mengurangi harga jual atau penggantian dalam menghitung DPP.

Contoh kasus perlakuan perpajakan atas imbalan yang diterima oleh Pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu dalam transaksi jual beli tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini.

 

F. Penutup

Dengan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal ini, perlakuan perpajakan atas imbalan yang diterima oleh Pembeli sehubungan dengan kondisi tertentu berpedoman pada Surat Edaran ini.

 

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 29 November 2018

DIREKTUR JENDERAL,

ttd.

ROBERT PAKPAHAN

...

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.22/1986

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

NOMOR SE-27/PJ.22/1986

TENTANG

BIAYA "ENTERTAINMENT" DAN SEJENISNYA (SERI PPh UMUM 18)

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

 

Berkenaan dengan banyaknya pertanyaan mengenai biaya "entertainment", representasi, jamuan tamu dan sejenisnya yang dapat dikurangkan dari penghasilan, dengan ini diberikan penjelasan sebagai berikut:

1. Biaya "entertainment", representasi, jamuan dan sejenisnya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan pada dasarnya dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984.

2. Wajib Pajak harus dapat membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut telah benar-benar dikeluarkan (formal) dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan (materiil).

3. Oleh karena itu, Wajib Pajak yang mengurangkan biaya-biaya tersebut dari penghasilan brutonya, sejak tahun pajak 1986 agar melampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan daftar nominatif seperti terlampir yang berisi:

a. Nomor urut.

b. Tanggal "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

c. - Nama tempat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

- Alamat "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

- Jenis "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

- Jumlah (Rp) "entertainment" dan sejenisnya yang telah diberikan.

d. Relasi usaha yang diberikan "entertainment" dan sejenisnya sesuai dengan nomor urut tersebut di atas berisi:

- Nama

- Posisi

- Nama perusahaan

- Jenis usaha.

4. Apabila petugas pajak yang melakukan penelitian atau pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan tahun 1984 dan 1985 menemukan pos biaya "entertainment" dan sejenisnya, maka kepada

Wajib Pajak seyogyanya dimintakan daftar nominatif seperti tersebut di atas untuk membuktikan, bahwa biaya-biaya tersebut benar-benar telah dikeluarkan dan benar ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan perusahaan.

 

Demikianlah untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

14 Juni 1986

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. SALAMUN A.T.

...